Presentasiin Rendang di Taiwan? | Narendra Archie Prameswara
Archie ngalamin sendiri gimana ribetnya ngejelasin kuliner legendaris ini ke audiens internasional. Bukan cuma soal masak di depan orang banyak, tapi juga ngegabungin storytelling, diplomasi budaya, dan mastiin masakannya gak gosong! Jadi, apa rasanya presentasiin rendang di Taiwan?
“Masak sambil ngomong dan lihat ke audiens, apalagi ke kamera, itu gak gampang lho.
Kita harus bisa nguasain kedua skill itu satu-satu dulu. Nah, kalo udah, untuk ngegabungin keduanya itu akan jadi skill baru lagi yang perlu di-develop.”
Narendra Archie Prameswara
T& (T&DON): Mungkin bisa ceritain dikit, awal mula diundang ke KBRI Taiwan gimana sih?
“Awalnya diundang berkat project dokumenter rendang yang gue kerjain bareng Channel News Asia.”
NAP (Narendra Archie Prameswara): Terus mereka tertarik untuk bawa narasi tentang rendang ini ke ranah cultural diplomacy di Taiwan.
T&: Ketika harus presentasi sambil masak, ada tantangan nggak sih? Gimana cara lu manage waktu antara masak, menjelaskan, dan tetap engage sama audiens?
NAP: Ada banget! Masak sambil ngomong dan lihat ke audiens, apalagi ke kamera, itu nggak gampang lho. Kita harus bisa nguasain kedua skill itu satu-satu dulu. Nah, kalau udah, untuk ngegabungin keduanya itu akan jadi skill baru lagi yang perlu dikembangin. Caranya adalah dengan itu tadi—kita harus udah hafal sama apa yang mau kita masak dan bahan presentasi kita.
T&: Rendang kan punya cerita panjang soal budaya Indonesia. Waktu di KBRI Taiwan, gimana lu menyampaikan cerita itu biar audiens yang mungkin bukan orang Indonesia bisa relate?
“Cara penyampaiannya benar-benar harus diplomatis. Harus dibuat narasi bahwa rendang ini adalah "shared culture" yang berasal dari Minangkabau”
NAP: Waktu itu ada perwakilan dari Kedutaan Malaysia & Brunei juga di Taipei. Jadi cara penyampaiannya benar-benar harus diplomatis. Harus dibuat narasi bahwa rendang ini adalah "shared culture" yang berasal dari Minangkabau, lalu dibawa dan diseminasi ke Malaysia dan dunia Melayu. Bukan lagi soal klaim ini punya siapa.
Pun penjelasan tentang kompleksitas, cara pembuatan, dan sejarahnya sendiri udah cukup untuk bikin audiens yang sebelumnya belum pernah kenal rendang jadi tertarik.
T&: Ada nggak sih elemen presentasi yang bikin demo cooking bisa lebih menarik dan memorable buat audiens?
NAP: Ada banget. Cara penyampaian, intonasi bicara, dan yang paling penting materi yang disampaikan.
Kita harus menempatkan diri kita sebagai audiens dulu, supaya bisa jawab pertanyaan, "Kira-kira kalau gue bikin kayak gini, bakal menarik nggak ya buat audiens? Bakal nempel nggak ya informasi yang gue sampaikan ke mereka?" Kurang lebih gitu.
Slideshow berupa gambar itu juga penting untuk ngasih konteks tentang apa yang sebenarnya kita sampaikan, terutama ke audiens yang nggak tahu banyak tentang rendang atau bahkan Indonesia itu sendiri.
Cara penyampaian
Intonasi bicara
Materi yang disampaikan.
Slideshow gambar.
T&: Kalau bisa menggambarkan pengalaman presentasi sambil masak di KBRI Taiwan dalam satu kata atau kalimat, apa yang paling terlintas di pikiran lo?
NAP: Seru! Seru banget bisa sharing ke orang-orang yang tertarik dengan budaya kita dan membuat mereka sadar betapa kayanya kultur kita. Apalagi orang-orang ini adalah mereka yang punya kepentingan. Mereka adalah pasangan para diplomat.
“Acara ini adalah salah satu bentuk gastro diplomacy dari Indonesia untuk dunia.”
Presentasi Rendang di Taiwan © Narendra Archie Prameswara
Masak sambil presentasi jadi tantangan seru buat Archie. Mengatur gerakan tangan saat masak dan bicara agar presentasinya menarik jadi karisma utamanya. Cooking demo ini nggak cuma soal teknik, juga rasa bangga dalam menyajikan cita rasa Indonesia di hadapan dunia.
Artikel ini adalah bagian dari seri wawancara eksklusif T&DON dengan para profesional yang berhasil meng-overcome berbagai tantangan dalam presentasi penting dalam hidup mereka.